Bengkulu Hits — Masalah pelepasan lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 1.804,69 hektar oleh PT Agricinal di Kabupaten Bengkulu Utara hingga kini masih memicu perdebatan dan sorotan publik. Meskipun perusahaan telah menyatakan komitmennya melalui surat pernyataan yang ditandatangani pada 18 September 2020, kejelasan mengenai peta lahan yang dilepaskan masih belum dipenuhi. Hal ini menambah kekhawatiran bagi Forum Masyarakat Bumi Pekal (FMBP), yang terus menunggu kepastian terkait hal tersebut.

Ketua FMBP, Sosri, mengungkapkan bahwa surat pernyataan pelepasan lahan tersebut telah disetujui oleh Direktur Operasional PT Agricinal, Musa Immanuel Palti Manurung, dan diketahui oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bengkulu Utara. Proses tersebut juga disaksikan oleh tiga orang saksi yang tercatat dalam dokumen resmi yang ada.

BACA JUGA:   Kepala Desa Batu Layang Amnesia Anggaran Ketahanan Pangan 2024 dan Bungkam Kepada Pers

“Dasar permasalahan ini sudah jelas. Pada 2020, PT Agricinal resmi melepaskan HGU seluas 1.804,69 hektar melalui surat pernyataan pelepasan tersebut,” ujar Sosri dengan tegas pada Sabtu (14/12/2024).

Namun, hingga saat ini, masyarakat merasa kesulitan untuk mengakses peta lahan yang telah dilepaskan tersebut. Sosri menjelaskan bahwa peta ini sangat penting untuk memastikan batas wilayah yang dilepaskan sudah sesuai dengan data yang telah disepakati sebelumnya.

“Kami hanya meminta agar perusahaan transparan dan membuka data terbaru kepada publik, sehingga bisa dicocokkan dengan dokumen yang kami miliki. Ini akan sangat membantu agar segala sesuatunya menjadi lebih jelas dan tidak ada kebingungan,” tambahnya.

BACA JUGA:   Dualisme Kepemimpinan di Sekretariat Daerah, Program Kabupaten Lebong Jalan Ditempat

Rincian Lahan yang Dilepaskan oleh PT Agricinal

Berdasarkan dokumen pelepasan HGU, lahan seluas 1.804,69 hektar tersebut disalurkan untuk berbagai kepentingan, baik untuk fasilitas umum maupun untuk lahan masyarakat. Dari total luas HGU yang sebelumnya dikuasai PT Agricinal, yang mencapai 8.902 hektar, berikut adalah rincian penggunaan lahan yang dilepaskan:

1. Tanah Kas Desa

Desa Suka Negara: ± 15 Ha

Desa Suka Merindu: ± 15 Ha

Desa Suka Medan: ± 15 Ha

Desa Pasar Sebelat: ± 15 Ha

Desa Talang Arah: ± 15 Ha

 

2. Lahan untuk TNI AL: ± 1,77 Ha

3. Terminal Khusus (Hak Guna Bangunan): ± 2,28 Ha

4. Pabrik Pengolahan Sawit: ± 52,93 Ha

5. Tempat Pemakaman Umum Desa Pasar Sebelat: ± 1 Ha

6. Fasilitas Umum: ± 17,27 Ha

7. Lahan untuk Masyarakat: ± 1.306,77 Ha

8. Sempadan Sungai

Sungai Sebelat: ± 43,76 Ha

Sungai Senabah: ± 267,71 Ha

Sungai Sabai: ± 136,76 Ha

Dengan demikian, total luas lahan yang dilepaskan mencapai 1.804,69 hektar, yang tersebar di beberapa wilayah di Kecamatan Putri Hijau dan Marga Sakti Sebelat, Kabupaten Bengkulu Utara.

BACA JUGA:   Adik Tembak Kakak Kandung Saat Bersantai Dirumah dengan Secangkir Kopi

Transparansi Peta Lahan sebagai Solusi Konflik

Bagi FMBP, transparansi peta lahan sangat penting dalam menyelesaikan permasalahan ini. Dengan adanya peta yang dapat diakses oleh publik, masyarakat akan lebih mudah untuk mencocokkan data yang ada dengan dokumen pelepasan yang disepakati. Hal ini bertujuan untuk mencegah manipulasi data dan memastikan bahwa fakta di lapangan sesuai dengan yang tertulis.

“Jika peta itu dibuka untuk umum, masyarakat bisa segera mengetahui mana saja yang sudah dilepaskan dan mana yang belum. Ini bukan sekadar soal angka, tapi hak rakyat yang harus dihargai,” tambah Sosri.

BACA JUGA:   Terbukti Melanggar Kode Etik Aris Silaswan Anggota Komisioner KPU Bengkulu Utara Resmi Dipecat

Selama lebih dari empat tahun, masyarakat terus mendesak PT Agricinal untuk segera mempublikasikan peta lahan tersebut. Namun, hingga kini belum ada tanggapan yang memadai dari pihak perusahaan. Akibatnya, ketegangan antara perusahaan dan masyarakat semakin meningkat.

FMBP Menuntut Kepastian: Janji Harus Direalisasikan

Meski pelepasan lahan HGU oleh PT Agricinal dianggap sebagai langkah penting untuk memenuhi hak masyarakat, tanpa kejelasan peta, janji tersebut dinilai belum sepenuhnya terealisasi.

“Jangan biarkan masyarakat menunggu terlalu lama. Ini soal keadilan dan hak-hak yang sudah dijanjikan,” ujar Sosri dengan tegas.

FMBP khawatir bahwa tanpa adanya peta yang jelas, masyarakat berisiko kehilangan hak atas lahan yang telah dilepaskan. Oleh karena itu, mereka menilai bahwa langkah konkret dari PT Agricinal untuk memperjelas hal ini sangat mendesak, agar tidak menambah ketegangan yang berpotensi memicu konflik lebih besar.

BACA JUGA:   Rapat Paripurna DPRD BU 2024 Bahas Tentang Raperda Bantuan Hukum Masyarakat Miskin

Untuk memperkuat tuntutannya, FMBP juga telah mengirimkan surat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengawasi proses pelepasan lahan ini. FMBP berharap, KPK dapat mendorong PT Agricinal untuk lebih transparan dan akuntabel dalam proses tersebut. (NR)