Penulis: Aprinaldi, SH, Praktisi Hukum
Ketua LBH HARAPAN
Hp. 0813-8292-2389
Bengkulu Hits – Konflik antara pejabat daerah di Provinsi Bengkulu dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah memanas.
Yang mana, Plt Gubernur Bengkulu, Rosjonsyah, dan Plt Bupati Lebong, Fahrurrozi, dinilai secara terang-terangan menentang arahan Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri terkait pengangkatan Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lebong.
Hal ini dibuktikan dengan beredarnya video konferensi pers Plt Bupati Lebong yang diunggah di media sosial, menunjukkan sikap arogansi dan perlawanan terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh Kemendagri.
Pelanggaran Terhadap Surat Dirjen Otda Kemendagri
Surat Dirjen Otda Kemendagri Nomor 100.2.2.6/7974/OTDA yang dikeluarkan pada 8 Oktober 2024, menegaskan bahwa pengangkatan Penjabat Sekda Kabupaten Lebong cacat hukum.
Berdasarkan surat tersebut, Plt Gubernur Bengkulu terbukti melanggar Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Surat itu juga memperingatkan agar pejabat daerah mematuhi ketentuan yang berlaku terkait penunjukan penjabat sekda, terutama saat memasuki masa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak.
Seharusnya, Plt Gubernur Bengkulu merujuk pada Surat Menteri Dalam Negeri tertanggal 29 Maret 2024, Nomor 100.2.1.3/1575/SJ, yang secara tegas mengatur kewenangan kepala daerah dalam aspek kepegawaian selama Pilkada.
Pengangkatan penjabat sekda harus sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2018, yang mengharuskan adanya persetujuan tertulis dari Mendagri.
Arogansi Pejabat Daerah
Penunjukan Doni Swabuana sebagai Penjabat Sekda Kabupaten Lebong oleh Plt Bupati Lebong jelas menyalahi aturan.
Hal ini diperparah oleh sikap keras kepala Plt Bupati yang seolah mempertahankan pengangkatan Doni meskipun bertentangan dengan surat Dirjen Otda Kemendagri.
Padahal, penjabat Sekda Kabupaten Lebong saat ini, Mahmudsiam, masih sah secara hukum dan telah diangkat berdasarkan persetujuan Gubernur Bengkulu, hingga ada Sekda definitif yang terpilih.
Biro Hukum dan Kuasa Hukum Pemprov Bengkulu seharusnya memberikan pandangan hukum yang benar, bukan malah menjerumuskan atasan mereka ke dalam tindakan yang jelas melanggar undang-undang. Pelanggaran terhadap Pasal 71 ayat (2) dapat berkonsekuensi pidana bagi pihak yang melanggar aturan tersebut.
Sikap DPRD dan Kesan Politik
Dalam situasi yang semakin kacau ini, DPRD Kabupaten Lebong seharusnya segera mengambil sikap tegas dengan memanggil Plt Bupati Lebong agar patuh terhadap hukum.
Mengabaikan surat Dirjen Otda Kemendagri akan merusak tatanan pemerintahan dan mengganggu pelayanan publik di Kabupaten Lebong.
Muncul juga spekulasi bahwa tindakan Doni Swabuana dan Plt Bupati Lebong bukan sekadar mempertahankan jabatan, melainkan terkait dengan agenda politik tertentu, terutama menjelang Pilkada Gubernur Bengkulu dan Bupati Lebong.
Doni Swabuana, yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu, seharusnya fokus pada tugas utamanya, bukan malah memperkeruh situasi politik di Lebong.
Kepatuhan terhadap hukum adalah hal yang mutlak bagi setiap pejabat publik. Plt Gubernur Bengkulu dan Plt Bupati Lebong diharapkan segera mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh Kemendagri.
Jika terus melakukan perlawanan, bukan hanya kredibilitas mereka yang dipertaruhkan, tetapi juga stabilitas pemerintahan dan pelayanan masyarakat di Kabupaten Lebong.