Bengkulu Hits – Pengelolaan Tempat Pemungutan Retribusi (TPR) di Desa Air Sebayur, Kecamatan Pinang Raya, Bengkulu Utara, menjadi sorotan publik setelah munculnya fakta baru mengenai transparansi dan alokasi dana retribusi yang selama ini dipungut.

Pungutan retribusi di TPR Desa Air Sebayur telah berlangsung sejak perusahaan tambang batu bara mulai beroperasi di wilayah tersebut. Namun, hingga kini, mekanisme pengelolaan dana yang diperoleh dari retribusi masih menyisakan tanda tanya besar.

Kepala Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Air Sebayur, Koji, mengakui bahwa dirinya tidak memiliki informasi detail mengenai sistem pengelolaan TPR yang dijalankan oleh pemerintah desa.

“Saya tidak tahu secara rinci soal TPR Desa Air Sebayur. Kalau ingin tahu lebih jelas, sebaiknya tanyakan langsung ke Sekretaris Desa (Sekdes),” ujar Koji pada Selasa (28/1/2025).

Lebih lanjut, Koji mengungkapkan bahwa saat ini pengelolaan TPR telah dialihkan kepada pihak ketiga. Namun, ia tidak mengetahui secara pasti bagaimana sistem kerja sama tersebut dijalankan.

“Benar, pengelolaan TPR desa saat ini ditangani oleh pihak ketiga. Tapi saya tidak tahu mekanismenya secara detail. Saya hanya tahu jumlahnya, yaitu sekitar Rp 150 juta per tahun,” tambahnya.

Disisi lain, sekretaris Desa Air Sebayur, Kadarol, menjelaskan bahwa sejak 2018, pengelolaan TPR dilakukan oleh pemerintah desa dengan dasar hukum berupa Peraturan Desa (Perdes).

“Kami mengacu pada Perdes dalam mengelola TPR desa,” kata Kadarol.

Namun, ia mengakui bahwa dana yang diperoleh dari TPR tidak pernah dimasukkan ke dalam Pendapatan Asli Desa (PADes). Menurutnya, uang yang dipungut dikelola secara terpisah dan tidak tercatat dalam laporan keuangan desa.

“Setiap bulan, dana yang masuk dari TPR desa mencapai Rp 6 juta. Uang tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan desa seperti perayaan 17 Agustus dan acara Suro-an,” jelasnya.

Lebih lanjut, Kadarol merinci bahwa dari setiap Rp 4.000 yang dipungut sebagai retribusi, dana tersebut dibagi dua, yakni Rp 2.000 masuk ke kas desa, sementara Rp 2.000 lainnya diberikan kepada petugas pemungut retribusi di lapangan.

Sementara itu, petugas pemungut TPR desa, Rosmida dan Ningrum mengungkapkan bahwa dirinya bersama enam rekannya menerima gaji bulanan dari pemerintah desa.

“Kami digaji Rp 500 ribu per bulan oleh pemerintah desa. Total ada delapan petugas yang bertugas secara bergantian,” ujarnya.

Meski demikian, belum ada kejelasan lebih lanjut mengenai mekanisme pengelolaan dana retribusi ini, terutama terkait transparansi dan akuntabilitasnya dalam struktur keuangan desa. (NR)