Bengkulu Hits – Kontroversi terkait pungutan retribusi Tempat Pemungutan Retribusi (TPR) di Desa Air Sebayur, Kecamatan Pinang Raya, semakin menarik perhatian publik. Pungutan yang diklaim memiliki dasar hukum melalui Peraturan Desa (Perdes) tersebut ternyata diduga cacat hukum, menimbulkan pertanyaan besar mengenai legalitasnya.

Berdasarkan informasi dari bagian hukum Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara, Perdes yang digunakan sebagai dasar pungutan TPR di Desa Air Sebayur ternyata belum mendapatkan validasi dari Bupati Bengkulu Utara.

Padahal, sesuai mekanisme yang berlaku, penyusunan Perdes harus melalui tahapan musyawarah di tingkat desa, diteruskan ke tingkat kecamatan, dan akhirnya dievaluasi serta divalidasi oleh Bupati sebelum dapat diberlakukan.

Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, tepatnya Bab VII Pasal 69, yang menyatakan bahwa “Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa.”

Menanggapi permasalahan ini, Sekretaris Camat (Sekcam) Pinang Raya, Giarto, menegaskan bahwa Pemerintah Kecamatan tidak membenarkan adanya pungutan liar (pungli) di wilayahnya. Jika pun terdapat pungutan, maka harus memiliki dasar hukum yang jelas dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.

“Kami selaku pihak kecamatan tidak membenarkan adanya pungli di wilayah Kecamatan Pinang Raya. Jika memang ada pungutan, tentu harus didukung oleh regulasi yang sah sebagai payung hukum,” ucap Giarto, Jumat (31/1/2025).

Seiring dengan mencuatnya kasus ini, aparat penegak hukum telah turun langsung ke lokasi. Namun, hingga saat ini, TPR yang bermasalah tersebut masih tetap beroperasi, meskipun Perdes yang menjadi dasar hukumnya belum terverifikasi oleh pihak terkait.

Berdasarkan data dari bagian hukum Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara, Perdes tersebut belum melewati proses evaluasi sebagaimana mestinya. Selain itu, Pendapatan Asli Desa (PADes) dari pungutan ini juga tidak tercatat dalam Perdes tentang APBDes, semakin memperkuat dugaan bahwa aturan yang digunakan memang tidak sah secara hukum. (NR)